Kamu tertarik untuk menggunakan asuransi syariah?
Prinsip asuransi syariah sangat berbeda dengan asuransi konvensional. Sebaiknya, cari tahu dulu apa prinsip-prinsip tersebut untuk memastikan produk syariah benar-benar sesuai dengan yang kamu butuhkan.
Jadi, apa saja prinsip dasar asuransi syariah? Baca terus penjelasan di bawah untuk mengetahui informasi lengkapnya, ya.
Baca juga: Mengenal 8 Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional.
Mengenal 10 Prinsip Asuransi Syariah.
Prinsip asuransi syariah telah diatur dan ditentukan dalam Fatwa No: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Terdapat 10 prinsip yang menjadi dasar dijalankannya program asuransi syariah. Menurut fatwa dari DSN-MUI, prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Tolong-menolong (Ta’awun).
Prinsip yang pertama adalah prinsip tolong-menolong. Pada produk proteksi syariah, setiap peserta asuransi akan saling menolong peserta lain dalam menanggung risiko yang dialami.
Jika ada peserta yang terkena risiko, maka ganti rugi atas risiko tersebut diperoleh dari kumpulan dana kontribusi peserta lain. Dengan prinsip ini, perusahaan asuransi hanya berperan sebagai pengelola, bukan pihak yang menyediakan dana ganti rugi atas risiko.
2. Kerelaan (Ridha).
Dalam asuransi syariah, ada juga prinsip kerelaan. Artinya, setiap peserta yang mendaftar ke asuransi sudah rela dan bersedia untuk saling menolong peserta yang lain. Selain itu, peserta juga sudah rela meninggalkan uangnya ke perusahaan asuransi sebagai pengelola dana.
3. Bebas Riba.
Selain itu, produk proteksi syariah juga menekankan prinsip bebas riba. Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), riba adalah biaya tambahan yang disyaratkan oleh perusahaan asuransi kepada nasabahnya. Biaya tambahan ini mengandung perbuatan riba ketika terdapat unsur ziyadah, yaitu proses menarik tambahan harta.
Tapi, pada produk syariah, tidak ada biaya tambahan apapun. Sehingga, proteksi syariah menganut prinsip bebas riba.
4. Menjauhi Taruhan atau Perjudian (Maysir).
Taruhan atau perjudian adalah hal yang sangat dilarang dalam hukum Islam. Prinsip asuransi syariah menekankan bahwa produknya terhindar dari kedua hal tersebut.
Pada asuransi konvensional, perusahaan asuransi sebagai pemberi klaim dianggap sebagai pihak yang menang, sementara nasabah yang tidak bisa melakukan klaim dianggap pihak yang kalah.
Pandangan ini tidak berlaku pada asuransi syariah karena klaimnya menggunakan prinsip tolong-menolong, bukan berdasarkan otoritas dari pihak perusahaan asuransi.
Baca juga: Klaim Asuransi: Definisi, Fungsi, Prosedur, Tips Klaim Diterima.
5. Kepemilikan Bersama.
Berdasarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), asuransi syariah dijalankan dengan konsep sharing of risk. Artinya, risiko atau kerugian tidak dibebankan ke satu pihak saja, melainkan ditanggung bersama-sama oleh semua peserta asuransi. Inilah yang dimaksud dengan prinsip kepemilikan bersama dalam produk syariah.
6. Saling Percaya (Amanah).
Saling percaya juga menjadi salah satu prinsip dasar asuransi syariah. Baik peserta maupun perusahaan asuransi saling menaruh kepercayaan antara satu sama lain.
Rasa percaya ini akan memberi rasa aman dan nyaman, serta keyakinan bahwa setiap risiko akan ditanggung secara bersama-sama.
7. Menghindari Ketidakpastian (Gharar).
Dalam Islam, produk syariah tidak boleh mengandung unsur ketidakpastian atau gharar. Ketidakpastian ini umum ditemukan pada asuransi konvensional karena risiko bisa terjadi kapan saja tanpa diketahui.
Pada produk syariah, ketentuan mengenai pertanggungan risiko tertulis dengan jelas di dalam polis. Sehingga, tidak ada unsur ketidakpastian dalam pelaksanaannya.
Baca juga: Polis Asuransi: Pengertian, Fungsi, dan Jenis-jenisnya.
8. Tauhid.
Prinsip tauhid adalah dasar yang menyatakan bahwa segala kegiatan yang dilakukan dalam produk syariah dijalankan berdasarkan keyakinan kepada Allah SWT. Dengan kata lain, asuransinya tidak boleh dipakai untuk tujuan yang bertentangan dengan ajaran Islam.
9. Keadilan.
Proteksi syariah juga menekankan prinsip keadilan, yaitu semua pihak yang terlibat memiliki hak dan kewajiban yang setara. Setiap peserta asuransi syariah punya hak yang sama untuk mendapatkan manfaat sesuai kontribusi yang telah dibayarkan.
Baca juga: Premi Asuransi: Definisi, Fungsi, Jenis, dan Tips Memilih.
10. Kesepakatan.
Prinsip yang terakhir adalah kesepakatan, yaitu persetujuan antara peserta dengan perusahaan asuransi. Sejak awal, kedua belah pihak harus sudah sama-sama sepakat mengenai hak dan kewajiban masing-masing.
Kesepakatan ini menyangkut proses pembayaran klaim. Setiap ada nasabah yang mengajukan klaim, pihak asuransi punya kewajiban untuk membayar klaim tersebut tanpa menolak pengajuannya.
Ini berbeda dengan asuransi konvensional, dimana tidak semua peserta yang mengajukan klaim akan disetujui. Pada asuransi konvensional, pihak asuransi masih akan melakukan analisis underwriting untuk menentukan klaim disetujui atau tidak.
Akhir Kata.
Jadi, itulah 10 prinsip asuransi syariah yang sudah ditentukan berdasarkan fatwa DSN-MUI. Dengan adanya prinsip-prinsip tersebut, produk syariah terjamin aman untuk digunakan oleh peserta yang ingin menggunakan asuransi secara halal.
Masih punya pertanyaan lain seputar asuransi dan finansial? Kamu bisa menemukan jawaban lengkap di Blog Sunday!
Sunday mewajibkan penulisnya untuk menggunakan sumber-sumber kredibel di setiap artikel yang diproduksi. Sumber tersebut meliputi penelitian ilmiah, data pemerintah, data internal perusahaan, laporan asli, dan wawancara dengan para ahli di industri terkait. Kami juga mengambil referensi riset dari penerbit terpercaya jika dibutuhkan.
Artikel ini mengambil referensi dari sumber-sumber berikut.
- Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. “Pedoman Umum Asuransi Syariah.”
- Majelis Ulama Indonesia (MUI). “Majelis Ulama Indonesia.”
- Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Mengenal Lebih Dekat Asuransi Syariah.”
Penulis: Leah Huang
Editor: Rifda Aufa Putri